Selasa, 02 Oktober 2007

Rokok Keretek Kompetitif akibat Adanya PP Nomor 19 Tahun 2003

Sabtu, 19 April 2003

Jakarta, Kompas - Produk rokok keretek lokal mampu bersaing secara lebih sehat dengan produk rokok putih karena pemerintah tidak membatasi kandungan kadar nikotin dan tar pada rokok keretek. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, pemerintah tidak menentukan kandungan kadar nikotin sebesar 1,5 miligram (mg) dan kandungan kadar tar sebesar 20 mg pada rokok keretek, sebagaimana diatur dalam PP No 81/1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.

"Kadar nikotin 1,5 mg dan kadar tar sebesar 20 mg itu sebenarnya standar untuk rokok putih yang menggunakan tembakau Virginia. Rokok keretek yang menggunakan tembakau rakyat tidak dapat memenuhi kadar kandungan tar dan nikotin sebesar itu," kata Direktur Industri Agro Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Depperindag) Yamin Rahman, di Jakarta, Kamis (17/8).

Yamin menambahkan, kandungan kadar nikotin pada rokok keretek melebihi 1,5 mg dan kandungan kadar tar pada rokok keretek melebihi 20 mg. "Kandungan nikotin pada rokok keretek bisa mencapai 2,5 mg dan kandungan tar bisa mencapai 40 mg," katanya.

Dengan tidak diberlakukan batasan kadar nikotin dan tar, lanjut Yamin, industri rokok keretek dapat lebih memanfaatkan komoditas tembakau rakyat. Dengan demikian, petani tembakau pun dapat lebih diuntungkan.

Dalam PP No 19/2003 yang ditetapkan tanggal 10 Maret 2003 disebutkan, setiap orang yang memproduksikan rokok wajib melakukan pemeriksaan kandungan kadar nikotin dan tar pada setiap hasil produksinya. Pemeriksaan kadar nikotin dan tar dilakukan di laboratorium yang sudah terakreditasi sesuai ketentuan yang ada.

Ditanya bagaimana upaya perlindungan konsumen dengan pemberlakuan PP No 19/2003 itu, menurut Yamin, kandungan kadar nikotin dan tar pada setiap batang rokok yang diedarkan diinformasikan kepada konsumen. Informasi itu, misalnya, dicantumkan dalam kemasan sehingga konsumen mengetahui berapa kadar nikotin dan tar pada rokok keretek yang akan dikonsumsikan.

Sesuai data Depperindag, volume ekspor rokok keretek per November 2002 mencapai 6.463 ton dengan nilai 75,8 juta dollar AS. Ekspor rokok putih per November 2002 mencapai 17.952 ton dengan nilai 72,5 juta dollar AS.

Sementara itu, volume ekspor rokok keretek tahun 2001 mencapai 6.764 ton dengan nilai 75,0 juta dollar AS dan volume ekspor rokok putih tahun 2001 mencapai 24.391 ton dengan nilai 97,6 juta dollar AS.

Dilihat dari segi daya beli, jumlah orang yang mengonsumsi produk rokok juga relatif besar. Dari data survei kesehatan nasional tahun 2001, sebanyak 54,5 persen laki-laki dan 1,2 persen perempuan Indonesia berusia lebih dari 10 tahun merupakan perokok aktif. Diasumsikan populasi 2001 sebesar 210 juta, berarti jumlah laki-laki yang mengonsumsi rokok sebanyak 114 juta orang dan jumlah perempuan yang mengonsumsi rokok sebanyak 2,5 juta orang. (FER)

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0304/19/ekonomi/263227.htm

Tidak ada komentar: