Jumat, 30 November 2007

Cukai Rokok Tahun Ini Rp 45 Miliar

berikut adalah posting terakhir dari kelompok kami.

Surabaya, Kompas - Industri hasil tembakau menargetkan produksi per tahun bisa pulih menjadi 235 miliar batang. Pada tahun 2000-2001, produksi pernah mencapai angka tersebut. Namun, harga jual eceran naik tiga kali dalam setahun sehingga transaksi pasar tertinggal.

Akibatnya, terjadi jarak antara produksi dan transaksi pasar. Jarak menjadi semakin jauh karena tiap tahun terjadi kenaikan minimal satu kali. Bahkan, kenaikan terjadi setiap sembilan bulan. "Akhirnya produksi terus menurun," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Achmad Suryana, Kamis (7/6) di sela-sela Lokakarya Nasional Agribisnis Tembakau di Hotel Garden.

Produksi hasil tembakau pernah mulai pulih tahun 2003-2004 karena tidak ada kenaikan harga. Namun, pertumbuhan produksi belum mencapai 235 miliar batang ketika kembali terjadi kenaikan harga jual eceran. Saat ini dengan total produksi 225 miliar batang per tahun, diharapkan dalam tiga tahun ke depan bisa mencapai 235 miliar batang per tahun, baik sigaret kretek tangan, sigaret kretek mesin, maupun sigaret putih mesin.

Menurut Achmad, target produksi 235 miliar batang per tahun bisa tercapai dengan catatan tidak ada kebijakan tertentu dari pemerintah yang keluar secara mendadak. Pertumbuhan produksi, kata dia, bisa terjadi sejalan dengan inflasi.

Industri juga menghadapi kendala selain kenaikan harga jual eceran yang ditetapkan pemerintah. Misalnya, saat ini industri rokok menjadi sorotan mengingat banyak peraturan terkait kesehatan muncul. Akhirnya terjadi berbagai pembatasan terhadap produk-produk tembakau. "Kami sepakat dengan aturan seperti itu, tetapi harus ada keseimbangan antara industri dan kesehatan," ujar Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Sumiran.

Gappri bersama Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia bekerja sama untuk mewujudkan kelangsungan industri rokok, terlebih industri hasil tembakau termasuk dalam 10 industri prioritas.

Belum lagi prospek industri ini ke depan mengingat ada kekurangan persediaan tembakau dunia, khususnya tembakau virginia sebagai bahan baku industri rokok putih. Diharapkan kekurangan dipenuhi antara lain dari India dan Indonesia yang mencapai 100.000 ton. "Kira-kira 40.000 ton di antaranya bisa dipenuhi dari Indonesia," tuturnya lagi.

Sementara Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia Muhaimin Moeftie menambahkan, sumbangan cukai rokok tahun ini diharapkan mencapai Rp 45 triliun dan Rp 8 triliun dari pajak pertambahan nilai. Pendapatan negara pada tahun 2006 melalui cukai rokok tersebut sebesar Rp 42 triliun. (Oleh Fabiola Ponto)

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0706/08/jatim/67709.htm

Industri Rokok, antara Kesehatan, Lapangan Kerja, dan Pemasukan Negara

Kamis, 31 Agustus 2000



TIDAK kurang dari 20 juta penduduk Indonesia bergantung pada industri rokok nasional. Sumbangan terhadap negara berupa cukai dan pajak-pajak dari deretan bisnis ini sangat besar. Akan tetapi, kampanye antirokok demi kesehatan, meningkatkan kesejahteraan buruh dan petani tembakau serta pengembangan industrinya, merupakan tantangan yang harus dijawab dalam kerangka pengembangan industri nasional. INDUSTRI hasil olahan tembakau dengan produksi utama rokok, berperan dalam perekonomian. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek. Pada tahun 1998, penyerapan tenaga kerja termasuk di berbagai sektor terkait mencapai 6,4 juta orang. Dengan efek ganda sekitar 10 persen, berarti kehidupan paling tidak 20 juta penduduk Indone-sia tergantung pada industri rokok. Ini antara lain terdapat pada aktivitas usaha yang menunjang kegiatan pabrik seperti usaha penitipan sepeda, kantin dan rumah pondokan pekerja, kegiatan antar-jemput pegawai, serta kegiatan lain semisal pengerjaan dan perawatan fasi-litas pabrik seperti gedung dan jaringan jalan.

Di samping itu, industri rokok juga mendorong berkembangnya industri dan jasa lain seperti percetakan, periklanan, perdagangan, transportasi, dan penelitian.

Sumbangannya pada pemasukan negara antara lain berwujud cukai rokok yang pada tahun 1998 mencapai Rp 7,5 trilyun. Belum lagi Pajak Pertam-bahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Industri rokok juga mendorong peningkatan surplus perdagangan komoditas tembakau dan hasil olahannya yang mencapai 147,79 juta dollar AS.

Menurut jenisnya, industri rokok di Indonesia dapat dibedakan atas dua kelompok utama produk yakni rokok kretek dan rokok putih. Rokok kretek menguasai 87 persen dari total produksi industri rokok. Pembuatannya menggunakan tembakau rakyat ditambah dengan ceng-keh, saus, dan bumbu rokok lainnya. Rokok kretek ini dibedakan menurut cara pembuatannya yakni sigaret kretek tangan (SKT) dan sigaret kretek mesin (SKM). Industri rokok kretek tergabung dalam Gabungan Perserikatan Pabrik Ro-kok Indonesia (Gappri).

Sementara rokok putih yang berpangsa pasar 13 persen, dibuat dengan menggunakan tembakau virginia tanpa menggunakan cengkeh. Pembuatannya menggunakan mesin dan disebut sigaret putih mesin (SPM). Industri rokok putih tergabung dalam Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo).

Sesuai dengan peran yang dapat diberikan baik dalam pemanfaatan sumber daya alam, penyediaan lapangan kerja mau pun sumber pendapatan dan devisa negara, maka industri rokok kretek dan rokok putih perlu dikembangkan sebagai industri inti dalam suatu kluster, agar lebih mampu bersaing.

***

MELIHAT sisi permintaan, potensi pasar dalam negeri masih tergolong subur untuk pemasaran berbagai produk rokok. Bahkan badai krisis ekonomi nyaris tidak menggoyahkan industri ini. Pada saat krisis memuncak, produksi rokok malah naik 2,7 persen, berarti konsumsi rokok meningkat. Pertum-buhan itu di atas laju pertumbuhan jumlah penduduk yang hanya sekitar 1,8 persen. Di samping itu, belakangan ini banyak bermunculan merek rokok baru yang gencar berpromosi.

Potensi ekspor pun cukup besar, karena Indonesia dikenal sebagai salah satu negara pengekspor tembakau di dunia. Dalam lima tahun terakhir, volume ekspornya meningkat 12 persen per tahun, dengan volume rata-rata 34,88 ton per tahun.

Selain tembakau, ekspor rokok putih pun cukup signifikan, yakni 70 persen dari ekspor rokok nasional. Ekspor rokok putih ini dalam lima tahun terakhir meningkat rata-rata 8,4 persen per tahun. Sementara ekspor rokok kretek meningkat rata-rata 4,4 persen per tahun.

Walaupun demikian, kebu-tuhan tembakau untuk rokok putih masih memerlukan suplai impor. Perkembangan impor da-lam lima tahun terakhir berkembang relatif kecil. Namun, volumenya lebih besar dibandingkan dengan ekspornya, yakni rata-rata 42,95 ton per tahun. Selain impor tembakau, Indonesia juga mengimpor rokok kretek dari Malaysia dan rokok putih dari Eropa dan Amerika Serikat. Namun, impor itu cenderung menurun dari tahun ke tahun.

***

DALAM kluster (pengelompokan) industri rokok, industri rokok kretek dan putih merupakan industri inti dari industri hasil tembakau. Industri pendukungnya adalah industri kertas sigaret, filter sigaret, kertas pembungkus, bahan pengemas, percetakan, periklanan dan transportasi, bahan kimia/penyedap, serta industri mesin dan peralatan proses tembakau. Industri terkait adalah cerutu, klobot, dan kelembak menyan.

Industri rokok ini masih terbagi lagi dalam beberapa kluster yakni industri pengeringan tembakau, bahan penyedap, kertas sigaret, filter sigaret, kertas pembungkus, percetakan, periklanan dan transportasi, mesin/ peralatan, serta pengemasan.

Permasalahan utama yang dihadapi khususnya oleh industri rokok kretek saat ini adalah tingginya kadar nikotin dan tar. Untuk SKT rata-rata sebesar 60 mg dan 3 mg. SKM rata-rata 50 mg dan 2,5 mg. Padahal, PP No 81/1999 Pasal 4 menetapkan (sesuai ketentuan WHO) bahwa batas kadar maksimum kandungn nikotin dan tar pada setiap batang rokok yang beredar di wilayah Indonesia tidak boleh melebihi kadar nikotin 1,5 mg dan tar 20 mg.

Usaha yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut di atas antara lain dalam jangka pendek, menetapkan kawasan tanpa merokok di lokasi umum seperti sekolah, rumah sakit, dan restoran; tempat kerja; dan angkutan umum. Dalam jangka panjang, bersama instansi terkait dan dunia usaha menyusun program penurunan kandungan nikotin dan tar secara bertahap melalui rekayasa genetika tembakau dan cengkeh bekerja sama dengan Ditjen Perkebunan, serta teknologi pengolahan tembakau dengan mutu seragam.

Di samping itu, beberapa industri penunjang/pendukung yang cukup dominan dalam penentuan daya saing ternyata belum berkembang.

Industri yang masih tergantung diimpor itu antara lain industri kertas mild sigaret, bahan baku filter (asetat tow), bahan pengemas (cellophan film, aluminium foil, dan tear tape), serta mesin/peralatan proses (mesin pembuat dan pengemasan sigaret).

Pada sub-sektor hasil tembakau terjadi penurunan produktivitas tenaga kerja, tetapi keluarannya (output) meningkat, dan cenderung bergerak ke arah industri yang bersifat padat modal. Pemakaian mesin mulai menggantikan sebagian SKT.

***

DAYA saing industri ini ditentukan sejumlah faktor. Tembakau salah satunya. Luas tanaman dan produksi tembakau sampai dengan 1997 mengalami kenaikan. Namun, pada tahun 1998 baik luas tanaman dan produksi turun hingga mencapai 221.802 ha dengan produksi 138.746 ton. Hal ini disebabkan curah hujan yang tinggi dan pengaruh iklim La Nina. Dari keseluruhan luas tanaman tembakau 1998, sekitar 98 persen yakni 218.402 ha adalah perkebunan rakyat. Sisanya, 3.400 ha adalah perkebunan besar negara.

Bahan baku tembakau selama ini tumbuh baik di Indonesia. Suplai bahan baku artinya cukup kecuali untuk jenis virginia tertentu yang belum dihasilkan di dalam negeri. Begitu pula dengan kertas rokok dan filter masih sangat tergantung dari impor.

Di samping itu, sistem perdagangan tembakau cenderung tidak kondusif terhadap minat pengembangan lahan produksi.

Kondisi permintaan tembakau untuk industri dalam lima tahun terakhir meningkat rata-rata 10,6 persen per tahun. Pembuatan rokok umumnya menggunakan tembakau rakyat dan tembakau virginia lokal, serta tembakau virginia tertentu yang harus diimpor.

Permintaan domestik masih besar baik kretek maupun putih, sementara permintaan dunia tidak stabil, cenderung turun karena kesadaran kesehatan. Namun, pasar dunia masih memberi peluang menjanjikan sepanjang persyaratan pasar dan kualitas dapat dipenuhi.

Kecenderungan permintaan dunia lebih mengarah pada rokok ringan (kadar nikotin dan tar rendah) dan luks. Hal ini menuntut teknologi proses pembuatan rokok yang lebih maju dan otomatis.

Dalam hal strategi dan struktur persaingan usaha, kelompok usaha yang ada di dalam negeri terdiri atas 874 perusahaan termasuk usaha menengah besar dan industri kecil. Dari skala menengah besar tercatat tujuh perusahaan investasi asing dan lima BUMN yang masing-masing memiliki derajat spesialisasi cukup tinggi dan membentuk pasar kompetisi monolistik. Pesaing utama asing untuk sepuluh tahun mendatang adalah lima negara yakni Cina, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Korea Selatan.

***

STRATEGI umum kebijakan pengembangan industri harus melibatkan banyak instansi, mengingat perannya yang sangat penting dalam ekonomi dan sosial masyarakat. Ini bertujuan agar tidak terjadi kebijaksanaan yang kurang tepat, dan berbuntut tidak terpenuhinya target cukai dan kemungkinan tutupnya industri rokok.

Dalam hal cukai, penetapan unifikasi tarif cukai tahun 1999/ 2000 untuk tetap mengacu pada empat sasaran pokok, yakni mencapai target cukai Rp 10,16 trilyun, melindungi usaha kecil dan tenaga kerja, serta menciptakan perlakuan yang sama pada semua pabrik rokok. Unifikasi tarif cukai antara rokok kretek mesin dan putih mesin perlu dilakukan secara lebih realistis, dengan tetap mempertimbangkan struktur biaya produksi dan mekanisme harga pasar.

Dalam penetapan kadar nikotin dan tar, perlu mempertimbangkan kesulitan pabrikan rokok kretek skala menengah dan kecil, serta syarat kesehatan. Pembinaan kemampuan kelompok kecil merupakan unsur mutlak dalam mengembangkan industri rokok kretek dan putih.

Depperindag dan Ditjen Perkebunan merencanakan sistem penelitian lima tahunan, khususnya di bidang pembibitan dan peracikan dengan sasaran utama penurunan kadar nikotin dan tar. Selain itu, akan dibuat pula perencanaan jangka pendek pengembangan teknologi industri rokok, pengembangan brand Indonesia, serta deregulasi di bidang sistem tarif cukai rokok dan investasi.

Sementara dunia usaha diharapkan mendorong pengembangan industri kertas rokok dan filter rokok di dalam negeri, serta industri permesinan untuk menghasilkan peralatan produksi pabrik rokok. Selain itu diperlukan upaya diversifikasi pasar, khususnya ke negara berkembang serta mendorong pengembangan produk spesifik, yakni tembakau virginia dan burley, serta rokok ringan.

Suatu kenyataan lain, industri rokok maju tetapi kurang memperhatikan kesejahteraan buruhnya dan petani tembakau. Semua itu patut diperhatikan dalam sistem hubungan kerja yang harmonis, saling menguntungkan. Bila tidak kelak industri rokok akan kerepotan dengan semakin tingginya kesadaran buruh dan petani menuntut hak-haknya.

(HCB Dharmawan)

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0008/31/ekonomi/indu15.htm

LINTINGAN ROKOK MASIH JADI "EMAS" DI KABUPATEN INI...

HUT Ke-457 Kudus
LINTINGAN ROKOK MASIH JADI "EMAS" DI KABUPATEN INI...

Puluhan ribu pekerja melinting rokok. Tak mau kalah, mesin pun berputar menghasilkan jenis rokok lain. Sigaret kretek tangan, sigaret kretek mesin, dan klobot adalah produk olahan berbahan baku tembakau yang menjiwai Kabupaten Kudus.

Setiap tahun rata-rata 50 miliar batang rokok diproduksi kabupaten yang terletak di kawasan pantai utara Jawa ini. Bahkan, produksi tahun 2005 mencapai 55,9 miliar batang. Kantor Wilayah VI Bea Cukai Semarang mencatat hingga Juli 2005 di Kudus terdapat 385 unit usaha terdaftar sebagai pemilik Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai. Angka ini mencakup 27,7 persen dari 1.389 unit usaha rokok di Jateng. Kenyataannya, jumlah usaha rokok lebih banyak lagi, terutama dengan banyaknya pengusaha rokok tanpa pita cukai.

Perputaran uang di sektor usaha ini mencapai triliunan rupiah. Dalam lima tahun terakhir, nilai penggunaan pita cukai rokok di kabupaten dengan luas terkecil di Jateng ini tumbuh signifikan. Tahun 2001, penggunaan pita cukai rokok senilai Rp 2,99 triliun. Tahun 2005, nilai melonjak menjadi Rp 7,76 triliun. Pendorongnya antara lain peningkatan jumlah unit usaha dan produksi. Ini membawa dampak positif atas nilai ekspor. Meski volume ekspor rokok hanya sekitar 24 persen dari total volume ekspor, nilainya mencapai 31 persen dari total nilai ekspor. Nilai ekspor rokok tahun lalu sebesar Rp 12,83 juta dollar Amerika Serikat.

Sayang, hingga saat ini triliunan rupiah yang dihasilkan kurang terasa bagi Kudus. Kebijakan biaya cukai rokok yang seluruhnya diserap pemerintah pusat, tak menyisakan bagian bagi daerah penghasilnya. Peran strategis industri rokok lebih terasa bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada industri ini. Tidak kurang dari 49.000 orang bekerja di perusahaan rokok atau 75 persen dari total pekerja sektor industri.

Di lain sisi, berbagai jenis industri yang lain tetap memiliki peran penting dalam perekonomian. Industri kertas, elektronika, makanan dan minuman, konveksi, hingga kerajinan bordir, juga memberi kontribusi yang tak sedikit. Hasilnya, sektor industri pengolahan menyumbang Rp 12,84 triliun atau 65 persen dari total pendapatan domestik regional bruto.

Jika dilihat dari pendapatan regional per kapita sebagai salah satu indikator, warga Kudus, yang hari Sabtu (23/9) ini berulang tahun, bisa dibilang makmur. Tahun 2004, pendapatan per kapita penduduknya mencapai Rp 17 juta lebih dan termasuk tertinggi di Jateng. Tetapi, pendidikan masyarakatnya masih perlu ditingkatkan. (Sugihandari/Litbang Kompas)

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0609/23/jateng/42026.htm

Minggu, 11 November 2007

Desain Grafis pada Kemasan

drs. AD Pirous MA

APA ITU DESAIN GRAFIS
Desain merupakan seluruh proses pemikiran dan perasaan yang akan menciptakan sesuatu, dengan menggabungkan fakta, konstruksl, fungsi dan estetika, untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Desain adalah suatu konsep pemecahan masalah rupa, warna, bahan, teknik, biaya, guna dan pemakaian yanq diungkapkan dalam gambar dan bentuk.

Kegiatan desain mencakup berbagai bidang, seperti bidang produksi, tekstil, interior, mebel, benda-benda pakai dan segala macam penciptaan benda yang membutuhkan paduan artistik fungsionil dan ekonomis dari yang mempergunakan teknologi rendah sampai dengan yang mempergunakan teknologi tinggi.

Demikian pula dalam bidang desain grafis masalahnya akan menyangkut teknik perencanaan gambar, bentuk, simbol, huruf, fotografi dan proses percetakan, yang disertai pula dengan pengertian tentang bahan dan biaya.

Tujuan utama desain grafis, tidak saja menciptakan desain atau perencanaan fungsional estetis, tetapi juga yang informatif dan komunikatif dengan masyarakat. Bila dilengkapi dengan pengertian psikologi massa, dan teori-teori pemasaran (ekonomi), maka karya-karya desain grafis ini dapat merupakan alat promosi dengan yang sangat ampuh.

Sekarang apa yang kita kenal sebagai dunia desain grafis mencakup bidang kegiatan yang semakin luas, mencakup semua aspek komunikasi melalui bentuk visual mulai dari penciptaan logo (trade mark), perencanaan dan pembuatan buku berikut wajah kulit, ilustrasi dan tipografinya, perencanaan wajah kalender, grafis untuk segala bentuk kemas, desain huruf untuk arsitektur, semua keperluan barang cetakan untuk sebuah hotel, tata huruf judul film dan TV, poster, film kartun, animasi untuk film iklan, grafik-komputer, barang cetakan untuk pelayanan masyarakat lewat benda pos, surat kabar, majalah, sampai dengan rambu lalu-lintas dan sebagainya. Tegasnya semua kebutuhan informasi visuil, yang perlu dikomunikasikan dari seseorang kepada yang lain atau bahkan yang dikomunikasikan secara massal, menjadi bidang kegiatan perencanaan grafis. Hal ini sesuai dengan tuntutan hidup effektif yang selalu membutuhkan informasi yang cukup dan baik.

PERENCANAAN SEBUAH KEMASAN
Kemasan adalah pelindung dari suatu barang, baik barang biasa mau pun barang-barang hasil produksi industri. Dalam dunia industri kemasan merupakan pemenuhan suatu kebutuhan akibat adanya hubungan antara penghasil barang dengan masyarakat pembeli. Untuk keperluan ini kemasan harus dapat menyandang beberapa fungsi yang harus dimilikinya seperti:
- tempat atau wadah dalam bentuk tertentu dan dapat melindungi barang dari kemungkinan rusak, sejak keluar dari pabrik sampai ke tangan pembeli, bahkan masih dapat digunakan sebagai wadah setelah isi barang habis terpakai, (dalam hal ini wadah tersebut masih menyandang fungsi iklannya).

Kemasan bukan hanya sebuah bungkus, tapi juga pelengkap rumah tangga; sebush botol kecap bagus dengan etiketnya yang menarik dapat menyemarakkan suasana tertentu di meja makan atau lemari di dapur; sebuah tempat kertas lap “Klenex” yang didesain menarik dapat memperindah kamar mandi dan botol parfum yang cantik memberikan kekhasan meja berhias seorang gadis.

- mutu kemasan dapat menumbuhkan kepercayaan dan pelengkap citradiri dan mempengaruhi calon pembeli untuk menjatuhkan pilihan terhadap barang yang dikemasnya (bungkus rokok yang berwibawa).

- kemasan mempunyai kemudahan dalam pemakaiannya (buka, tutup, pegang, bawa) tanpa mengurangi mutu ketahanannya dalam melindungi barang.

- rupa luar kemasan harus sesegera mungkin menimbulkan kesan yang benar tentang jenis isi barang yang dikemas.

- perencanaan yang baik dalam hal ukuran dan bentuk, sehingga efisien dan tidak sulit dalam hal pengepakan, pengiriman serta penempatan, demikian pula penyusunan dalam lemari pajang.

- melalui bentuk dan tata rupa yang dimilikinya kemasan berfungsi sebagai alat pemasar untuk mempertinggi daya jual barang. Dalam fungsi ini desain bentuk-kemasan harus mendapat dukungan penuh dari unsur desain-grafisnya, sehingga bentuk kemasan selain menarik harus dapat menyampaikan keterangan dan pesan-pesannya sendiri.

Mengingat konsumen Indonesia yang sebagian besar masih terbatas kemampuan melek hurufnya, maka sampai dengan pertengahan abad ini kita masih melihat bahasa gambar sangat banyak dipergunakan di samping bahasa warna dan huruf. Hal ini, dibuktikan dalam desain-desain merek-dagang, etiket kemasan, serta penggunaan warna untuk memperkuat identitas produk tersebut.

Di samping itu sejalan dengan keterbatasan kemampuan visual dan logika, lahir pula gambar-gambar dan nama-nama sederhana dari benda yang sangat dikenal dalam kehidupan kita sehari-hari, yang oleh industri rokok yang dipilihkan seperti: Djambu Bol, Djeruk, Sapi, Carok, Upet, Pompa, Sugu, Tang, Djarum, Gudang Garam dan sebagainya.

Suatu waktu pabrik rokok kretek Djarum, pernah memproduksi rokok kretek dengan beberapa jenis rasa yang dibedakan dari warna bungkus. Djarum Coklat, Djarum Merah, Djarum Kuning (antara tahun 1950-1960). Semua desain, tipe huruf, dan ukuran sama, kecuali warna dasarnya yang berbeda; jadi di sini ditekankan penggunaan warna. Kemudian, nama-nama aneh muncul dalam gaya seperti ini, sekadar untuk menghindarkan persamaan nama di Lembaga Pencatatan Paten.

Sebuah contoh: Gambar buaya sudah ada pada Lembaga Pencatatan Paten, maka seseorang tidak dapat mempergunakan logo yang sama untuk keperluan desain logo baru. Lalu jalan keluarnya, dia menambahkan kata baru di samping kata buaya, lalu mendaftarkan diri dengan merek “Buaya Gunung”; gambarnya adalah buaya dan gunung (Penelitian Wiyanto, skripsi merek Dagang di Indonesia tahun 1961-1962). Kesederhanaan cara melihat yang berasal dari logika bentuk sering terjadi, karena itu tidak mengherankan bila korek api Jonko ping Tandstick Fabriek, yang bergambar medali atau mata uang di pasar lebih dikenal dan dinamakan “Korek api cap Balon”; apa yang paling segera terlintas difikirkan dan mudah diingat.

Keberhasilan pemasaran suatu barang, tidak hanya ditentukan oleh mutu barang serta usaha promosi yang dilakukan, tetapi juga dalam upaya yang sama oleh mutu dan penampilan kemasan itu sendiri. -

Untuk kenyataan ini kita kenal filsafat pemasaran yang sudah lazim sejak abad ke 19 di Inggris “the product is the package”, barang produk ditentukan oleh kemasannya sendiri. Kesadaran akan kemasan adalah bahagian yang tak terpisah dari barang produk, sehingga tidak mengherankan bila sebuah biro perencanaan grafis bersikap “Kami tak dapat menaikkan mutu barang produk, karena itu kami tingkatan kemasannya”.

Karena itu mutu lain dari sebuah kemasan dinilai dari kemampuannya dalam memenuhi fungsi, di mana kemasan dituntut untuk memiliki daya tarik yang lebih besar daripada barang yang dibungkus di dalamnya. Keberhasilan daya tarik kemasan ditentukan oleh estetik yang menjadi bahan pertimbangan sejak awal perencanaan bentuk kemasan, karena pada dasarnya nilai estetik harus terkandung dalam keserasian antara bentuk dan penataan desain grafis tanpa melupakan kesan jenis, ciri dan sifat barang yang diproduksi.

UNSUR DESAIN GRAFIS
Bahasa desain grafis adalah bahasa visual, bahasa simbol yang diungkapkan melalui gambar, bentuk, warna dan aksara. Grafis harus dapat mengantarkan pesan yang ingin disampaikan oleh produsen barang lewat kemasan yang diciptakan; baik informasi mengenai isi maupun penjelasan mengenai cara pemakaian produk tersebut. Pemilihan tipe huruf yang berkarakter sesuai dengan jenis barang, dipadu saling menunjang dengan gambar ilustrasi yang tepat dan dicetak dengan teknik percetakan yang baik, akan membawakan pesan yang langsung ataupun yang tidak langsung dari barang tersebut terhadap kualitas dan nilainya. Gambar dan tulisan (teks), tidak saja penting sebagai daya tarik tetapi terutama cergas untuk berkomunikasi dengan konsumen tentang keterangan-keterangan yang diinginkan. Teks haruslah jelas, singkat, benar, mudah terbaca dan menyatu dengan desain keseluruhan.

Mempertimbangkan tata tertib desain sangat membantu untuk menghindarkan kesan desain yang kacau balau. Ketiga unsur grafis, gambar, huruf dan warna haruslah dapat menampilkan dirinya secara saling tenggang dan saling tunjang. Bentuk huruf nama produk yang seharusnya tampil utama, tidaklah layak diganggu oleh penggunaan warna-warna kontras yang menyilaukan, sebab warna yang keras hanya dapat berteriak, tapi tidak menyampaikan pesan. Gambar ilustrasi yang berkelebihan akan menenggelamkan pesan informasi tertulis yang juatru lebih penting. Teks yang dicetak dengan warna kuning atas dasar hitam akan sangat jelas terbaca, sebaliknya tulisan biru atas dasar merah akan bergerak memusingkan mata, dan warna kuning muda atas putih akan tidak terbaca. Demikian pula penggunaan bentuk huruf kecil akan lebih mudah dan enak dibaca dari pada huruf besar, dan pemilihan tipe huruf yang sederhana akan lebih menguntungkan dari pemakaian huruf yang dekoratif yang mungkin akan lebih indah tapi sukar terbaca.

Memperhitungkan tinggi dan tebal huruf yang seimbang, dan jarak spasi antara huruf lebih besar dari tebal huruf itu sendiri, sehingga semua pesan yang tertulis sangat mudah terbaca. Hindarkanlah kesan pada konsumen, sehingga seakan-akan kemasan itu berusaha menyembunyikan sesuatu. Dalam pemakaian teks, gunakanlah kata-kata yang mudah dimengerti, tidak terlalu panjang, tidak berarti ganda, karena kecenderungan konsumen adalah selalu mencari produk yang praktis dan bermanfaat yang kemudian baru mempertimbangkan soal harga.

Mengenai gambar atau ilustrasi dapat diungkapkan melalui gambar tangan ataupun melalui fotografi atau keduanya. Fungsi utama dari ilustrasi ini adalah untuk informasi visual tentang produk, pendukung teks, tentang penekanan suatu kesan tertentu atau sebagai penangkap mata untuk menarik calon pembeli untuk membaca teks. Berdasarkan kegunaannya, ilustrasi dengan gambar pada kemas dapat ditampilkan berupa barang produknya secara penuh atau gambar detailnya ataupun gambar yang berupa hiasan, atau ornamen yang simbolis saja.

Ilustrasi melalui gambar fotografi sering digunakan untuk meyakinkan kualitas isi barang; karena lebih menampilkan kenyataan benda tersebut. Hal ini terutama sering dipakai pada kemasan barang makanan. Dengan fotografi lebih mampu menggambarkan bahan dasar alami dari isi produk tersebut (sayur segar, buah-buahan, daging, ikan dan lain-lain).

Demikian pula dapat menunjukkan hasil yang bisa diperoleh dengan menggunakan produk tersebut (sop dengan kuah yang lezat, nasi goreng, kueh yang merangsang selera).

Cara yang sama dapat digunakan untak bidang kosmetik yang menampilkan wajah cantik, paras ayu dengan kulit halus yang lembut; atau rambut rapih yang anggun.

Bahkan lebih jauh dalam bungkus jamu Cap Djago, dipasang tokoh terkenal seperti Titik Puspa dan Mus Mualim, atau bintang terkenal lainnya. Hal ini semata dengan upaya untuk mencitrakan diri terhadap sesuatu yang membanggakan.

Warna adalah hal yang sangat penting dalam komunikasi dengan konsumen. Sehubungan dengan warna pada perencanaan grafis kemasan dapat dirasakan kegunaannya dalam beberapa sudut yang saling berkaitan. Yang sudah jelas kita mengenal 2 penggolongan warna, yaitu warna panas (merah, jingga, kuning) dan warna dingin (hijau, biru dan ungu).

Dari sudut kejiwaan warna panas dihubungkan dengan sikap spontan, meriah, terbuka, memacu gerak dan menggelisahkan, yang disebut “extroverted colour”, sedang warna dingin dihubungkan dengan sikap tertutup sejuk, santai, penuh pertimbangan dan disebut “introverted colours”. Kalau warna merah dianggap warna jantan, lambang darah yang mengalir di dalam tubuh, warna jingga mengesankan bersih, membangkitkan selera, ramah dan hangat. Kuning penuh gairah, ceria dan terang, merah jambu mengesankan kewanitaan dan warna hijau melambangkan suatu yang tumbuh dan harapan, sedangkan warna biru memberikan rasa tenang. Bila hijau membangkitkan ketenangan di bumi, maka biru memberikan kesunyian di langit.

Kecenderungan potensi dari warna ini tentunya dapat diterapkan dengan baik dalam pembuatan kemasan. Untuk menjelaskan kekuatan warna, pandangan dari segi psikologi mengemukakan, bahwa warna lebih dekat hubungan kepada emosi daripada kepada bentuk, sehingga pada sebuah kemasan warna tampil lebih awal dibandingkan dengan bentuk kemasannya dan untuk ini tidak begitu diperlukan pertimbangan-pertimbangan pengamatan.

Dapat kita bayangkan persaingan ketat yang akan dihadapi oleh sebuah produk dengan kemasnya pada sebuah rak pemajangan produk sejenis lainnya yang berpuluh-puluh jumlahnya. Bagi kemasan yang mempergunakan unsur grafis dan warna dengan lebih seksama tentu akan tampil sebagai pemikat utama bagi calon pembeli. Apalagi bila disadari bahwa daya ingat manusia terhadap bentuk lebih lamban dibanding terhadap warna dan orang dapat lupa terhadap nama sebuah produk tapi sukar lupa terhadap warna kemasnya. Sebagai contoh hal ini jelas terlihat pada kemasan film, Kodak (kuning), Fuji Color (hijau), Corned beef Cip/Pronas dan sardencis (merah), Sari Ayu (coklat tua), Mustika Ratu (merah tua).

Penerapan warna terhadap kemasan dapat pula dipertimbangkan dari sudut cerapan warna terhadap cerapan cecap. Dari sebuah angket terbatas mengenai pengaruh warna terhadap cecap (taste) yang dilakukan di antara ibu rumah tangga di Bandung, dapat diambil kesimpulan, bahwa warna merah memberikan cecap manis yang tertinggi, warna kuning memberikan cecap asam yang tertinggi warna biru terang dengan putih memberikan cecap asin dan warna merah-gelap dan hitam memberikan cecap pahit (penelitian Baby Ahnan, Skripsi “Sebuah Penelitian Jelajah Mengenai: Kemungkinan Timbulnya Cerapan Cecap/Akibat Cerapan Warna” Tahun 1983. Kesimpulan ini tentu dapat dipakai sebagai titik tolak pewarnaan kemasan khusus untuk makanan dan minuman di Indonesia.

Seterusnya mengenai masalah warna dalam kaitan selera publik konsumen dapat pula kita catat beberapa hal seperti :

- Warna anggun, canggih (sophisticated), kurang cocok untuk warna kosmetik yang dipasarkan di golongan masyarakat menengah ke bawah. Yang lebih disukai adalah warna cerah, yang agak meriah.

Menjua1 radio dengan warna merah, hijau, atau biru muda akan lebih mudah di daerah pedesaan.

Demikian pula warna bungkus rokok untuk masyarakat menengah ke bawah sebaiknya dengan warna lebih ceria. Sedangkan warna untuk bungkus rokok kretek Filtra yang kemasan cocok untuk kalangan orang bisnis, atau mencerminkan tingkatan sosial tertentu, dan rokok Djarum Super merah-hitam sesuai untuk golongan pemuda yang berjiwa muda atau romantis; apalagi bila didukung oleh kampanye iklan yang agak berbau erotis. Demikian pula untuk beberapa rokok cap tertentu di Indonesia yang pemasarannya di antara konsumen kelas bawah, terdapat keserasian tertentu dalam warna yang dipakai sesuai dengan daerah khas tertentu.

Untuk daerah Sumatera Utara disukai warna kuning pinang masak (chrome) atau warna merah; dan di daerah Jawa dengan warna merah, kuning lemon dan biru tua. Sebagai contoh, rokok Commodore berwarna bungkus merah dipasarkan di Medan dan sekitarnya; demikian pula rokok cap Galan dan Panamas yang konsumen terbesarnya di Sumatera.

Sehubungan dengan warna, dapat pula ditelusuri bahwa suatu jaman kadang-kadang mempunyai satu kecenderungan selera. Untuk generasi yang dibesarkan di sekitar Perang Dunia II, selera warnanya lebih tenang, mengungkapkan warna teduh, nyaris muram. Karena itu lahir satu gerakan kelompok pelukis yang tampil dengan warna-warna cemerlang di Eropah sebagai reaksi terhadap situasi tadi, di antaranya pelukis Josef Albers, Vasarely.

Selera lesu dari era ini diungkapkan dalam cita rasa warna berpakaian dan interior ruang dengan warna pastel abu-abu, kuning gading pucat, atau oker pudar.

Tapi pada generasi berikutnya yang dibesarkan pada masa kebudayaan Pop (Pop Culture), mereka lebih gandrung terhadap warna ceria, kontras, riang dan meriah. Secara psikologis dapat dihubungkan dengan masa “pembangunan” yang kurang mengalami kesukaran, suasana dunia yang lebih damai, terbuka; optimistis. Karena itu warna kemas saat ini umumnya lebih terang dan gembira.

KEMASAN UNTUK EKSPOR
Pada umumnya di Indonesia sampai dengan saat ini masih hidup dengan baik desain kemasan yang tradisionil (baik desain grafisnya maupun bahan yang dipergunakan) di samping desain kemas yang modern, yang pembuatannya didasarkan kepada konsep pemikiran yang modern juga. Bila kita masuk ke sebuah toko barang makanan kecil yang menjual makanan kering seperti jenis krupuk, kacang-kacangan, dodol, kueh kering, tauco, oncom, seperti toko-toko yang terdapat di jalan raya bypass kota Cianjur, maka kita akan temukan sebagian besar barang makanan itu dikemas dalam keadaan sederhana, baik bentak maupun grafisnya. Kemasan yang sebagian besar untuk hasil industri rumah ini, rupanya masih punya tempat dan akrab dengan konsumennya.

Di samping itu di kota-kota besar, terlihat suatu keadaan lain, sebagai hasil perkembangan pasar dan toko setelah tahun 1986 (era orde baru). Seperti kita ketahui roda ekonomi Indonesia mulai bergerak setelah tahun 1966, di mana penanaman modal asing di berbagai bidang, seperti pendirian industri/pabrik, makanan, obat-obatan, pakaian, elektronik, sampai kepada perakitan kendaraan. Pusat-pusat perbelanjaan makin banyak, di samping toko serba ada dan supermaket yang mewah.

Kehadiran toko-toko mewah ini merangsang lahirnya bentuk kemasan baru dari barang produksi dalam negeri. Sifat penjajaan barang di supermaket yang di antaranya setiap barang harus melayani dan menual dirinya sendiri, mendorong para produsen untuk menciptakan produk dengan kemasan yang sesuai. Barang-barang yang dijajakan di sebuah pasar syawalan akan diletakkan sesuai kelompok jenisnya. Sehingga kita akan mudah mendapat jenis barang tersebut sekaligus dengan berbagai ragam, merek, harga, tanda-niaga, isi, penjelasan dan tawaran cita rasanya. Barang produk tersebut tiba-tiba tenggelam ke dalam satu pertarungan yang sengit untuk dapat memenangkan perhatian pembeli. Pertarungan barang tersebut, adalah pertarungan perancangan bungkusnya, karena itu ini adalah pertarungan ilmu merancang kemasan. Untuk menentukan pilihan konsumen harus aktif. Suasana akan berlainan sekali, bila anda berbelanja di satu warung di pasar Inpres di mana pelayan warung akan mengejar anda dengan berbagai informasi dan menggoda anda untuk membeli barang tersebut; dan anda cukup dengan sikap pasif saja.

Seiring dengan derap kemajuan ekonomi kita, telah pula dimulai menggiatkan ekspor barang-barang produksi dalam negeri ke berbagai negara. Upaya ini tentunya harus didukung oleh mutu barang dan sekaligus mutu kemasannya yang berwibawa dan berdaya jual. Mengenai perencanaan kemasan ekspor ini dapatlah dicatat beberapa yang seyogyanya layak menjadi bahan pertimbangan bagi para produsen dan perencana grafis Indonesia.

- Beberapa bentuk kemasan berikut grafisnya dari sebuah barang yang diproduksi untuk pasar luar negeri sebaiknya tidak dibuat sama seperti yang dipasarkan untuk dalam negeri.

- Peka dan faham terhadap berbagai ragam kebudayaan dunia sangat penting dalam memperhitungkan desain kemas untuk ekspor. Hal ini didasari oleh adanya faktor lingkungan setempat yang harus dipertimbangkan. Sebagai contoh dapat diteliti apa yang dilakukan oleh sebuah perusahaan perencanaan dan konsultan untuk marketing dan komunikasi di San Francisco USA “Walter Landor Asoociates. Perusahaan ini telah mempekerjakan desainer dari berbagai bangsa, sesuai dengan kepentingan perencanaan barang untuk berbagai negara yang dituju seperti Jepang, Itali, Jerman, bahkan Inggris. Kemasan untuk ekspor adalah hal yang sangat khas karena itu sebaiknya ditangani oleh desainer dari negara tujuan ekspor yang bersangkutan dan bekerjasama dengan perencana Indonesia.

- Lazimnya kemasan yang akan dipasarkan telah melalui hasil riset di atas dan uji lapangan yang mendalam, baik dalam bentuk dan bahan kemasan maupun desain grafisnya, mengingat tingginya fakta perbedaan iklim, bahasa, kemampuan membaca, syarat perdagangan, pajak, lalu lintas pengiriman dan lain-lain.

- Setiap barang produk yang akan diekspor, haruslah juga melengkapi desain kemasannya dengan persyaratan kode komputerisasi yang telah dipakai di mana-mana, untuk memudahkan penghitungan harga.

- Harus pula mempertimbangkan penggunaan unsur simbolisme yang diucapkan melalui bentuk dan warna. Dapat dibayangkan kebijaksanaan bagaimana yang akan diambil, bila akan merencanakan kemasan kita untuk diekspor, muncul masalah warna dan gambar sebagai berikut:

- Warna “merah”, sangat disukai di Itali, Singapura, Yugoslavia, Meksiko, dan bagi orang Amerika merah adalah warna yang bersih, sedang bagi bangsa Inggris, Chili, Guatemala, Belanda, Venezuela dan Swedia termasuk warna yang kurang disukai.

- Warna “biru” disukai di Inggris, dianggap warna maskulin di Swedia, tapi feminin di Belanda.

- Warna “kuning” dan “emas”, disukai sekali oleh negara-negara di Asia seperti Jepang, Malaysia, Filipina, Burma, Ceylon, Singapura dan Hongkong.

- Warna “hijau”, dianggap sebagai warna yang serasi dan sejuk oleh bangsa Amerika, Iran, Irak, Sudan, Jordania, India, Pakistan, dan bagi bangsa Arab malah dianggap sebagai warna suci yang kurang bijaksana untuk dipakai sebagai warna kemas.

- Warna “hitam”, hampir semua bangsa seperti Amerika, Afrika Selatan, Tunisia, Afganistan, India, Saudi Arabia, Vietnam, Hongkong, Perancis, Jerman, Denmark, dan Australia merasa kurang cocok, tetapi di Spanyol malah banyak dipakai untuk kemasan makanan.

Demikian pula mengenai masalah “gambar”,

- Gambar Harimau, Singa, Naga dan Gajah, disenangi di RRC, Taiwan, dan Hongkong, sedang gambar gajah tidak disukai di Tahiti

- Bagi Singapura dan Malaysia, mereka kurang dapat menerima gambar ular, babi, sapi dan kura-kura.

- India anti terhadap gambar sapi dan anjing, tapi suka kepada gambar monyet.

- Swiss akan peka sekali terhadap bentuk palang merah atau palang putih atas dasar merah.

- Saran khusus yang penting dihayati oleh para produsen dan pendesain kemasan Indonesia adalah agar menempatkan persoalan pengemasan ini, tidak saja sebagai faktor ekonomis yang berhubungan dengan peningkatan pemasaran barang saja, tetapi juga sebagai faktor kulturil yang membawa citra wibawa bangsa. Suatu contoh yang dapat kita tiru adalah apa yang telah dilakukan oleh Jepang terhadap seni pengemasan barang produk mereka. Seluruh nafas keseni-rupaan Jepang dapat terpancar pada rancangan grafis kemasan barangnya; sebagai sebuah tontonan kesenian. Apakah kita layak mempunyai optimisme ke arah demikian, memang sangat tergantung kepada sikap dan keinginan kita sendiri.

Demikianlah secara singkat yang dapat disampaikan dalam kesempatan pembicaraan mengenai peranan desain grafis pada kemasan dan pada akhirnya ingin saya tekankan “Bila bentuk kemas itu hanya dapat melindungi isi barang yang dikemas, tapi desain grafisnya akan menjual barang tersebut kepada pembeli”

Sumber: Buku ”Simposium Disain Grafis” Fakultas Seni Rupa dan Disain Institut Seni Indonesia- Yogyakarta, dalam rangka Purna Bakti drs. R. Soetopo sebagai tenaga pengajar Fakultas Seni Rupa dan Disain, yang diselenggarakan pada tanggal 4 April 1989.

http://desaingrafisindonesia.wordpress.com/2007/06/25/desain-grafis-pada-kemasan/

Psikologi Warna



Pada abad ke-15, lama sebelum para ilmuwan memperkenalkan warna, Leonardo da Vinci menemukan warna utama yang fundamental, yang kadang-kadang disebut warna utama psikologis, yaitu merah, kuning, biru, hitam dan putih. Pengenalan bentuk merupakan proses perkembangan intelektual sedangkan warna merupakan proses intuisi. Eksperimen menunjukkan bahwa objek yang berwarna hampir selalu menjadi pilihan.

Marial L. David dalam bukunya Visual Design in Dress, menggolongkan warna menjadi dua, warna ekternal dan internal. Warna ekternal adalah warna yang bersifat fisika dan faali, sedangkan warna internal adalah warna sebagai persepsi manusia, cara manusia melihat warna kemudian mengolahnya di otak dan cara mengekspresikannya. (Darmaprawira, 2002:30).

Pengaruh Warna terhadap Emosi

Warna merah memiliki efek emosional yang tajam dibandingkan dengan warna lainnya. Havelock Ellis pada artikelnya Psychology of Red dalam ‘Popular Science’ mengatakan bahwa pada spektrum warna merah itu timbul paling bawah, tetapi munculnya pada mata kita adalah paling cepat dan kuat.

Para ahli menyimpulkan bahwa warna-warna cerah menunjukkan tendensi emosional yang tinggi. penggunaan warna biru dan hitam yang berulang-ulang mengidikasikan kontrol pribadi dan penahanan emosi. Ada kemungkinan bahwa warna memiliki nilai efektif tertinggi dan memperhatikan ungkapan yang tak tertahankan.

Beberapa hasil penelitian menurut Maitland Graves dari bukunya yang berjudul The Art of Color and Design.

1. Warna panas/ hangat ; keluarga kuning, jingga, merah. Sifatnya : positif, agresif, aktif, merangsang.
2. Warna dingin/ sejuk : Keluarga hijau, biru, unggu. Sifatnya : negative, mundur, tenang, tersisih, aman.
3. Warna yang disukai mempunyai urutan seperti berikut :

* merah
* biru
* ungu
* hijau
* jungga
* kuning

Bandingkan dengan hasil penelitian yang dikenakan kepada anak praremaja dan pascaremaja oleh F.S. Breeds dan SE, Katz.

1. warna merah lebih popular untuk wanita dan warna biru lebih popular untuk pria
2. Sebagian peneliti berkesimpulan bahwa wanita lebih sensitive terhadap warna daripada pria. Hal tersebut kemungkinan karena lebih banyak pria yang buta warna dibandingkan dengan wanita.
3. Warna murni dan hangat disukai untuk ruangan sempit sementara warna pastel disukai untuk ruangan yang luas.

Kombinasi warna-warna yang disukai adalah :

* Warna-warna kontras atau komplemen
* Warna selaras analog atau nada.
* Warna monokromatik.

Sementara menurut Hideaki Chijawa dalam bukunya Color Harmony membuat klasifikasi lain warna-warna, ia pun mengambil dasar dari karakteristiknya yaitu :

* Warna hangat : merah, kuning, coklat, jingga. Dalam lingkaran warna terutama warna-warna yang berada dari merah ke kuning.
* Warna sejuk : dalam lingkaran warna terletak dari hijau ke ungu melalui biru
* Warna tegas : warna biru, merah, kuning, putih, hitam
* Warna tua/gelap : warna-warna tua yang mendekati warna hitam (coklat tua, biru tua, dsb).
* Warna muda/terang : warna-warna yang mendekati warna putih.
* Warna tenggelam : semua warna yang diberi campuran abu-abu.

Nilai Warna

Nilai warna diambil dari bahasa Inggris Value, yaitu tingkat atau urutan kecerahan suatu warna. Nilai tersebut akan membedakan kualitas tingkat kecerahan warna, misalnya kita akan membedakan warna merah murni dengan warna merah tua (gelap) atau dengan warna merah muda (terang). Secara teoritis diagram tingkatan nilai yang bisa digunakan adalah 9 tingkat, mulai dari yagn tercerah Putih (p), melalui deretan abu-abu netral (Kn) sampai kepada yang tergelap Hitam. Dr. Denman W. Ross, membagi interval nilai ini menjadi 9 langkah dengan berjarak tetap dan diberi simbol 2 sampai 8 dengan Kn nomor 5 yang paling netral.


Putih mempunyai nilai tertinggi, tidak ada warna lain yang mempunyai nilai setinggi putih. Sedangkan hitam mempunyai nilai terendah, tidak ada warna lain yang mempunyai nilai segelap atau serendah hitam.

Bila dimensi kedua nilai ini dimasukkan ke dalam skema lingkaran warna, maka akan berubah nilai skalanya secara gradual, nilai tertinggi di puncaknya dan nilai terendah atau tergelap paling bawah. Nilai warna akan berubah bila ditambah putih. Untuk pigmen pencampuran mudah dilakukan. Bila warna ingin dibuat lebih terang tinggal menambahkan putih sebalikknya bila warna ingin dibuat lebih gelap tinggal menambahkan hitam. Jadi, setiap warna dapat diubah nilainya Nilai yang paling netral adalah abu-abu nomor 5 (Kn.5). Deretan nilai di atas Kn.5 disebut nilai tinggi dan dibawah Kn.5 disebut rendah, maka secara numerik bisa diidentifikasi tingkatan nilainya. Bila dihubungkan dengan warna nilai yang lebih terang disebut warna cerah atau warna muda, sebaliknya warna yang nilainya lebih rendah disebut warna gelap atau warna tua.

Nilai dapat memberikan efek yang berlainan terhadap warna. Contoh : untuk hal tersebut misalnya meletakkan sebuah warna dalam ukuran dan tingkat kecerahan yang sama diatas latar belakang putih, di atas latar belakang abu-abu netral dan di atas hitam. ketiganya dijejerkan dan akan tampak efek yang berlainan. Warna tersebut akan tampak lebih tua di atas putih, akan tampak tetap di atas abu-abu netral, dan tampak lebih cerah atau lebih muda di atas hitam.

Dalam penggunaannya, nilai cerah akan menambah luas ukuran suatu objek. Misalnya ruangan sempit yang dindingnya dicat dengan warna cerah akan terasa lebih luas dari ukuran yang sebenarnya bila memakai warna cerah. Sebaliknya nilai gelap akan terasa mempersempit atau memperkecil ukuran yang sebenarnya dari suatu objek. Disamping akan memperlebar atau mempersempit, nilai warna dapat pula mengubah jarak. Sebagai contoh, sebuah ruangan akan terasa lebih tinggi bila warna langit-langit ruangan itu diberi warna bernilai cerah.

Putih serta nilai cerah lainya akan memantulkan warna, sedangkan hitam akan menyerap warna/cahaya. Hitam juga akan mempersatukan warna dalam suatu komposisi, serta akan membantu menyelaraskan suatu susunan warna-warna yang kuat dalam nilai-nilai yang sama.

Kontras yang kuat antara putih dan hitam atau antara cerah dan gelap kesannya lebih mencolok dibandingkan dengan kontras antara warna-warna yang kuat dalam nilai yang sama.

Dari uraian mengenai nilai dapat dibuat rangkuman sebagai berikut :

1. Putih terasa menambah kecerahan warna serta menambah ukuran atau skala karena putih memantulkan cahaya.
2. Hitam menyerap warna serta menciutkan ukuran karena hitam menyerap cahaya.
3. Abu-abu akan menetralisir, makin dekat warna makin dekat nilai abu-abu dan makin kuat netralnya.
4. Putih di atas hitam terasa kurang mencolok dibandingkan dengan hitam di atas putih, karena putih memantulkan cahaya sedangkan hitam menyerapnya.
5. Nilai kontras yang kuat mempunyai kekuatan untuk menarik perhatian dan bila tidak digunakan secara ahli akan menimbulkan suatu efek yang membingungkan.
6. Nilai yang berdekatan mempunyai sifat yang aman/damai.
7. Nilai kontras yang kuat akan membuat siluet suatu objek.

Pencampuran warna dengan hitam, putih atau abu-abu akan menghasilkan tiga macam tingkat kecerahan warna, yaitu skema-warna-2.pngyang dinamakan deretan warna cerah tints, deretan warna nada atau tones, dan deretan warna gelap atau shades.


Faber Birren dalam bukunya Principles of Color membuat suatu skema ketiga tingkatan warna tersebut, yang memperjelas hal itu. Di bagian kiri kita melihat warna murni (color) yang diambil dari salah satu warna pada lingkaran warna. Di sebelah kanan atas putih (white), dan di kanan bagian bawah hitam (black). Warna murni yang dicampur dengan putih dan dibuat sederetan langkah yang konstan menghasilkan sederet warna cerah (tints). Warna murni dicampurkan dengan hitam dan setelah ditemukan warna pertengahan atau intermediate lalu dibuat sederet warna campuran dengan langkah yang konstan akan tercipta sederet warna gelap (shade).

Abu-abu pertengahan antara hitam dan putih (Kn.5) yang dicampur dengan warna murni akan menghasilkan sederet warna nada (tones) dengan langkah yang konstan pula.

Para pelukis impresionis dan neoimpresionis memainkan ketiga tingkat kecerahan warna tersebut dalam karya lukis mereka. Beberapa seniman di antaranya Renior, menggunakan hitam sebagai aksen.

Intensitas atau Kekuatan Warna/Kharoma

Dimensi warna ketiga adalah apa yang dinamakan intensitas, yaitu yang menyatakan kekuatan atau kelemahan warna, daya pancar warna dan kemurnian warna. Dapat juga dikatakan, seberapa jauh suatu warna jaraknya dari kelabu atau dari netral. Intensitas adalah kualitas warna yang menyebabkan warna itu berbicara, berteriak, atau berbisik dalam nada yang lembut.

Maitland Graves dalam bukunya The Art of Color and Design membedakan ketiga dimensi warna itu seperti yang dikatakannya "Hue is the name of color. Value is the brightness or luminosity of color. Charoma is the strength, intensity, or purity of a color".

Ia menyebut kharoma untuk istilah intensitas sebagai istilah yang digunakan

oleh A. Munsell.

Dua warna mungkin akan sama namanya, misalnya merah, dan nilainya pun mungkin sama, tetapi mungkin akan berbeda dari segi intensitas atau kekuatannya, yang satu mungkin lebih kuat dari yang lainnya. Warna yang penuh intensitasnya akan sangat menarik perhatian atau menonjol dan memberikan penampilan yang cemerlang. Warna yang intensitasnya rendah lebih subtil (halus, lembut).

Perubahan intensitas sebuah warna akan mungkin melalui pencampuran dengan salah satu dari warna kontrasnya atau warna komplemennya.

Bila dua warna kontras dicampur, keduanya akan saling menetralisir. Dan bila dicampur dalam proporsi tertentu keduanya akan saling merusak, akibatnya akan menjadi warna netral kelabu. Bila suatu warna telah memiliki cukup campuran warna komplemennya sehingga menjadi setengah netral, maka warna itu hanya memiliki intensitas setengahnya.

Jadi, pada dasarnya intensitas atau kemurnian warna dapat dikurangi dengan
cara mencampurkannya satu dengan lainnya.warna sekunder intensitasnya tidak sepenuhnya warna primer, warna tersier intensitasnya tidak sepenuhnya warna sekunder dan seterusnya. Hal tersebut merupakan kebalikan dari pencampuran warna subtraktif. Sebab pencampuran antara warna-warna cahaya justru akan menambah murni warna, terutama bila seluruh warna dicampur akan menghasilkan warna putih. Sedangkan pada warna aditif seperti pigmen atau celup pencampuran, banyak warna akan menyebabkan menjadi abu-abu.

Cara lainnya untuk menurunkan intensitas atau kemurnian warna adalah dengan mencampurkan warna murni dengan salah satu dari deretan nilai dengan hitam atau dengan putih atau dengan salah satu abu-abu. Satu langkah intensitas adalah sebuah unit ukuran perubahan sebuah warna antara abu-abu netral dengan warna yang memiliki intensitas penuh atau maksimal menunjukkan hubungan antara warna, nilai, dan intensitas.

Kemurnian warna dapat berbeda-beda, tidak selalu dalam jarak yang sama dari sumbu nilai. Dapat saja beberapa warnanya letaknya lebih jauh dari sumbu serta bisa dibuat unit langkah yang baru, hal tersebut bergantung kepada pigmennya. Intensitas pigmen merah termurni misalnya, ternyata lebih kuat dari intensitas hijau murni. Demikian juga pigmen-pigmen lainnya yang secara alamiah intensitasnya kuat pada nilai tertentu, ternyata pada nilai lainnya ia lemah.

Menurut penelitian secara umum, warna panas merangsang anak-anak, orang primitive, sederhana, dan bersifat ekstrovert. Warna dingin bersifat tenang, introvert, dewasa, matang. Kesimpulan ini mungkin terlalu empiris dan luas, karena reaksi emosional tidak terlalu mudah diukur, namun kesimpulan ini untuk sementara dapat dipegang.

"Sulasmi Darmaprawira W.A"

Unsur Desain

Unsur

Dalam Pembuatan sebuah desain kita perlu memperhatikan bentuk desain yang Anda inginkan. Tentunya supaya desain Anda dapat dilihat bagus (sesuai maksud dan tujuan Anda membuatnya), maka unsur-unsur pembuatan desain yang perlu diperhatikan adalah :

1. Garis (Line)
Sebuah garis adalah unsur desain yang menghubungkan antara satu titik poin dengan titik poin yang lain sehingga bisa berbentuk gambar garis lengkung (curve) atau lurus (straight). Garis adalah unsur dasar untuk membangun bentuk atau konstruksi desain.

2. Bentuk (Shape)
Bentuk adalah segala hal yang memiliki diameter tinggi dan lebar. Bentuk dasar yang dikenal orang adalah kotak (rectangle), lingkaran (circle), dan segitiga (triangle). Sementara pada kategori sifatnya, bentuk dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:

2.1) Huruf (Character) : yang direpresentasikan dalam bentuk visual yang dapat digunakan untuk membentuk tulisan sebagai wakil dari bahasa verbal dengan bentuk visual langsung, seperti A, B, C, dsb.

2.2) Simbol (Symbol) : yang direpresentasikan dalam bentuk visual yang mewakili bentuk benda secara sederhana dan dapat dipahami secara umum sebagai simbol atau lambang untuk menggambarkan suatu bentuk benda nyata, misalnya gambar orang, bintang, matahari dalam bentuk sederhana (simbol), bukan dalam bentuk nyata (dengan detail).

2.3) Bentuk Nyata (Form) : bentuk ini betul-betul mencerminkan kondisi fisik dari suatu obyek. Seperti gambar manusia secara detil, hewan atau benda lainnya.

3. Tekstur (Texture)
Tekstur adalah tampilan permukaan (corak) dari suatu benda yang dapat dinilai dengan cara dilihat atau diraba. Yang pada prakteknya, tekstur sering dikategorikan sebagai corak dari suatu permukaan benda, misalnya permukaan karpet, baju, kulit kayu, dan lain sebagainya.

4. Ruang (Space)
Ruang merupakan jarak antara suatu bentuk dengan bentuk lainnya yang pada praktek desain dapat dijadikan unsur untuk memberi efek estetika desain. Sebagai contoh, tanpa ruang Anda tidak akan tahu mana kata dan mana kalimat atau paragraf. Tanpa ruang Anda tidak tahu mana yang harus dilihat terlebih dahulu, kapan harus membaca dan kapan harus berhenti sebentar. Dalam bentuk fisiknya pengidentifikasian ruang digolongkan menjadi dua unsur, yaitu obyek (figure) dan latar belakang (background).

5. Ukuran (Size)
Ukuran adalah unsur lain dalam desain yang mendefinisikan besar kecilnya suatu obyek. Dengan menggunakan unsur ini Anda dapat menciptakan kontras dan penekanan (emphasis) pada obyek desain anda sehingga orang akan tahu mana yang akan dilihat atau dibaca terlebih dahulu.

6. Warna (Color)
Warna merupakan unsur penting dalam obyek desain. Karena dengan warna orang bisa menampilkan identitas, menyampaikan pesan atau membedakan sifat dari bentuk-bentuk bentuk visual secara jelas. Dalam prakteknya warna dibedakan menjadi dua: yaitu warna yang ditimbulkan karena sinar (Additive color/RGB) yang biasanya digunakan pada warna lampu, monitor, TV dan sebagainya, dan warna yang dibuat dengan unsur-unsur tinta atau cat (Substractive color/CMYK) yang biasanya digunakan dalam proses pencetakan gambar ke permukaan benda padat seperti kertas, logam, kain atau plastik.

Dengan menggunakan unsur-unsur desain tersebut, Anda akan membuat bentuk desain yang Anda inginkan. Tentunya supaya desain Anda dapat dilihat bagus (sesuai maksud dan tujuan Anda membuatnya), maka Anda harus mengenal unsur-unsur di atas secara baik.

http://dosen.palcomtech.ac.id/syahbana/tiuh/category/warna-typography-unsur-desain/page/2/

Waspadai Jamu Berbahan Kimia Obat Keras

Waspadai Jamu Berbahan Kimia Obat Keras
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM
Departemen Kesehatan memerintahkan penarikan obat
tradisional/jamu yang tak terdaftar dan mengandung bahan
kimia obat dari peredaran, karena bisa membahayakan
kesehatan. Demikian penegasan Dirjen POM Drs Sampurno MBA
saat dihubungi, Rabu, 14 Juli.
Hasil operasi pengawasan aparat Ditjen POM menemukan 54
jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat,
beberapa diantaranya obat keras yang termasuk daftar G,
seperti prednison, fenilbutason, deksametason, indometasin
dan furosemida. Obat-obat tradisional itu diproduksi di
wilayah Kabupaten Cilacap, Banyumas dan Karawang.
Pencampuran bahan kimia obat menyebabkan jamu tampak manjur
karena menghilangkan gejala seperti pegal linu. Tapi
sebenarnya penyebab penyakit tidak hilang, bahkan konsumsi
dalam jangka lama mempunyai efek samping merusak ginjal dan
hati.
Kortikosteroid macam prednisonbisa menyebabkan moon
face(muka bengkak) dan sebagainya.
Berikut Daftar Jamu yang tak Terdaftar dan mengandung Bahan
Kimia Obat Keras serta Produsennya:
DAFTAR JAMU YANG TIDAK TERDAFTAR DAN MENGANDUNG BAHAN KIMIA
OBAT KERAS

No
Nama Jamu
Bahan Kimia Jamu yang dikandung
Produsen

1 J. Sinatren (kemasan kuning)
Deksamitason
PJ. Sinatren Krawang

2 J. Sinatren (kemasan Cokelat)
CTM
PJ. Sinatren Krawang


3 J. Serbuk Sehat No. 2
Antalgin
PJ. Serbuk Sehat

4 J. Serbuk Manjur Cidelaras No. 7
Teofilin
PJ. Cidelaras

5 J. Anti Reumatik Cap Laba-laba
Fenilbutason Desamitason
PJ. Sinar laba-laba, Cilacap

6 J. Serbuk Super No.7 Sesak Nafas
Teofilin
PJ. Akar Rimba, Cilacap

7 J. Raga Super Akar Wangi No.7
Parasetamol, Teofilin
PJ. Raga Super, Cilacap

8 J. Super SR. Putri Sinden
Antalgin
Kopja Sabuk Kuning, Banyumas

9 J. Super Megic Bajang Laut Rheumatik
Antalgin, Fenilbutason
Kopja Aneka Sari, Cilacap

10 J. Super Prima Cap Dua Padi A1
Antalgin, Fenilbutason
Kopja Sabuk Kuning, Banyumas

11 J. Serbuk Super Encok/Rheumatik
Fenilbutason
PJ. Serbuk Super

12 J. Rogo Jampi
Antalgin, Teofilin, Deksamitason
PJ. Rogo Jampi, Cilacap

13 J. Pelangsing Tubuh
Furosemida
PJ. Super Sehat, Cilacap

14 J. Bunga Cendana Sesak Nafas/Asma
Teofilin
Kopja Bunga Cendana, Cilacap

15 J. Darah Tinggi (DT)
Antalgin
PJ. Serbuk Mujarap, Cilacap

16 J. Anti Rheumatik Jaya Kusuma Super
Antalgin, Prednilsolon
PJ. Jaya Kusuma, Cilacap

17 J. Sesak Nafas
Teofilin
PJ. Sinar Sehat, Cilacap

18 J. Rheumatik (Pegel Linu)2
Antalgin
PJ. Sari Alam, Cilacap

19 J. Rheumatik Primadona 2
Antalgin
PJ. Pribumi Bangun Tama, Cilacap

20 J. Serbuk Sesak Nafas 7
Teofilin
PJ. Serbuk Perkasa, Cilacap

21 J. Rheumatik 2
Fenilbutason
PJ. Serbuk Kuning, Banyumas

22 J. Rheumatik Serbuk Sehat
Fenilbutason, Indometasin
PJ. Lestari Jaya, Banyumas

23 J. Gemuk Sehat Akar Murni
Fenilbutaso
PJ. Tunggal Sehat, Banyumas

24 J. Akar Pribumi
Antalgin
PJ. Sari Alam, Banyumas

25 J. Rheumatik Encok No 2 Prima Jasa
Antalgin
PJ. Prima Jaya, Banyumas

26 J. Akar Lawang (Super Prima)
Antalgin
PJ. Prima Jaya, Banyumas

27 J. Langsing Pil
Furosemida
PJ. Putri Sinden, Banyumas

28 J. Gemuk Sehat No. 1 Super Jaya Kusuma
Antalgin
PJ. Jaya Kusuma Kopja Aneka Sari, Cilacap

29 J. Rheumatik Sari Alam
Deksamitason
PJ. Sari Alam Kopja Aneka Sari, Cilacap

30 J. Lemah Syahwat Pria Jantan
Parasetamol
PJ. Sari Alam Kopja Aneka Sari, Cilacap


Kompas, 15/07/1999